Sunday, January 22, 2012

Kisah Benar: Akhir hayat penggemar muzik dan pencinta Al-Quran



Semasa masih di bangku sekolah, aku hidup bersama kedua orang tuaku dalam persekitaran yang baik. Aku selalu mendengar doa ibuku semasa aku pulang dari merayau dan berjaga malam. Demikian pula ayahku, solatnya selalu panjang. Aku heran, mengapa ayah solat begitu lama, apalagi pada cuaca dingin yang menyengat tulang.

Aku sungguh hairan. Bahkan hingga aku berkata kepada diri sendiri: “Alangkah sabarnya mereka…setiap hari begitu…benar-benar menghairankan!”

Aku belum tahu bahwa di situlah kebahagiaan orang mukmin, dan itulah solat orang-orang pilihan…Mereka bangkit dari tempat tidurnya untuk bermunajat kepada Allah. Setelah menjalani pendidikan aku menjadi pemuda yang matang. Tetapi diriku semakin jauh dari Allah. Padahal perbagai nasihat selalu kuterima dan kudengar dari masa ke semasa.

Setelah tamat dari pendidikan, aku ditugaskan ke kota yang jauh dari bandarku. Perkenalanku dengan teman-teman sekerja membuatku agak ringan menanggung beban sebagai orang terasing.

Di sana, aku tak mendengar lagi suara bacaan Al-Quran. Tak ada lagi suara ibu yang membangunkan dan menyuruhku solat. Aku benar-benar hidup sendirian, jauh dari lingkungan keluarga yang dulu aku nikmati.

Aku ditugaskan mengatur lalu lintas di sebuah jalan raya bertol. Di samping menjaga keselamatan jalan raya, tugasku membantu orang-orang yang memerlukan bantuan. 

Pekerjaan baruku sungguh menyenangkan. Aku lakukan tugas-tugasku dengan semangat dan penuh dedikasi.

Tetapi, hidupku bagai selalu dilanda ombak yang menyebabkan aku terumbang-ambing. 

Aku bingung dan sering melamun sendirian…banyak waktu terluang…pengetahuanku terbatas.

Aku mulai jenuh…tak ada yang menuntunku di bidang agama. Aku sebatang kara. Hampir tiap hari yang kusaksikan hanya kemalangan dan orang-orang yang mengadu kehilangan atau bentuk-bentuk penganiayaan lain. Aku bosan dengan rutin lalu lintas. Sampai suatu hari terjadilah suatu peristiwa yang hingga kini tak pernah kulupakan.

Ketika itu, kami dengan seorang kawan sedang bertugas di sebuah pos jalan raya. Kami asyik berbual....tiba-tiba kami dikejutkan oleh suara dentuman yang amat kuat. Kami mengalihkan pandangan. Ternyata, sebuah kereta bertembung dengan kereta lain yang meluncur dari arah berlawanan. Kami segera berlari menuju tempat kejadian untuk menolong.

Kejadian yang sungguh tragik. Kami lihat dua penumpang salah satu kereta daIam keadaan sangat kritikal. Keduanya segera kami keluarkan dari kereta lalu kami baringkan di tanah.

Kami cepat-cepat menuju kereta yang satu lagi. Ternyata pemandu telah terkorban dengan amat mengerikan. Kami kembali lagi kepada dua orang yang berada dalam keadaan koma. Rakanku mengajar mereka mengucapkan kalimat syahadat.

Ucapkanlah “Laailaaha Illallaah…Laailaaha Illallaah…” perintah temanku.

Tetapi sungguh menghairankan, dari mulutnya keluar lagu-lagu. Keadaan itu membuatku seram. Rakanku nampaknya sudah biasa menghadapi orang-orang yang tenat...Kembali ia mengajar orang itu membaca syahadat.

Aku diam membisu. Aku tak berkutik dengan terpinga-pinga. Seumur hidupku, aku belum pernah menyaksikan orang yang sedang tenat, apalagi dengan keadaan seperti ini. Rakanku terus mengajar keduanya mengulang-ulang bacaan syahadat. Tetapi… keduanya tetap terus melantunkan lagu.   

Tak ada gunanya…

Suara lagunya semakin lemah…lemah dan lemah sekali. Orang pertama diam, tak bersuara lagi, disusuli orang kedua. Tak ada gerak… keduanya telah meninggal dunia.

Kami segera membawa mereka ke dalam kereta.

Temanku menunduk, ia tak berbicara sepatah pun. Selama perjalanan kami diam, hening. 

Kesunyian dipecahkan ketika rakanku memulai perbualan. Ia berbicara tentang hakikat kematian dan su’ul khatimah (kesudahan yang buruk). Ia berkata: “Manusia akan mengakhiri hidupnya dengan baik atau buruk. Kesudahan hidup itu biasanya pertanda dari apa yang dilakukan olehnya selama di dunia”. Ia bercerita panjang lebar padaku tentang berbagai kisah yang diriwayatkan dalam buku-buku agama. Ia juga berbicara bagaimana seseorang akan mengakhiri hidupnya sesuai dengan masa lalunya secara zahir batin.

Perjalanan ke hospital terasa sekejap oleh pembicaraan kami tentang kematian. Perbualan itu makin sempurna gambarannya tatkala ingat kami sedang membawa mayat.

Tiba-tiba aku menjadi takut mati. Peristiwa ini benar-benar memberi pengajaran berharga bagiku. Hari itu, aku solat khusyuk sekali.

Tetapi perlahan-lahan aku mulai melupakan peristiwa itu.

Aku kembali pada kebiasaanku semula…Aku seperti tak permah menyaksikan apa yang menimpa dua orang yang tak kukenal beberapa waktu lalu. Tetapi sejak saat itu, aku memang benar-benar menjadi benci kepada yang namanya lagu-lagu. Aku tak mau tenggelam menikmatinya seperti sedia kala. Mungkin itu ada kaitannya dengan lagu yang pernah kudengar dari dua orang yang sedang tenat dahulu.

* Kejadian Yang Menakjubkan… Selang enam bulan dari peristiwa mengerikan itu…sebuah kejadian menakjubkan kembali terjadi di depan mataku.

Seseorang memandu keretanya dengan perlahan, tetapi tiba-tiba keretanya berhenti di sebuah terowong menuju kota.

Ia turun dari keretanya untuk mengganti tayar yang kempes. Ketika ia berdiri di belakang kereta untuk menurunkan tayar ganti, tiba-tiba sebuah kereta dengan sangat laju merempuhnya dari arah belakang. Lelaki itu pun langsung tersungkur seketika.

Aku dengan seorang kawan, -bukan yang menemaniku pada peristiwa yang pertama- cepat-cepat menuju tempat kejadian. Dia kami bawa dengan kereta dan segera kami menghubungi hospital agar segera mendapat bantuan.

Dia masih muda, dari raut wajahnya, ia kelihatan seorang yang taat menjalankan perintah agama.

Ketika mengangkatnya ke kereta, kami berdua cukup panik, sehingga tak sempat memperhatikan kalau ia menggumamkan sesuatu. Ketika kami membujurkannya di dalam kereta, kami baru boleh membezakan suara yang keluar dari mulutnya.

Ia melantunkan ayat-ayat suci Al-Qur’an…dengan suara amat lemah.

“Subhanallah! ” dalam keadaan kritikal seperti ini, ia masih sempat melantunkan ayat-ayat suci Al-Quran? Darah membasahi seluruh pakaiannya; tulang-tulangnya patah, bahkan ia hampir mati.

Dalam keadaan seperti itu, dia terus melantunkan ayat-ayat Al-Qur’an dengan suaranya yang merdu. Selama hidup aku tak pernah mendengar suara bacaan Al Quran seindah itu. Dalam batin aku bergumam sendirian: “Aku akan mengajar membaca syahadat sebagaimana yang dilakukan oleh temanku terdahulu… apalagi aku sudah punya pengalaman,” aku meyakinkan diriku sendiri.

Aku dan kawanku seperti kena hipnotis mendengarkan suara bacaan Al-Qur’an yang merdu itu. Sekonyong-konyong tubuhku bergerak perlahan-lahan dan menyelusup ke setiap rongga.

Tiba-tiba suara itu berhenti. Aku menoleh ke belakang. Kusaksikan dia mengangkat jari telunjuknya lalu bersyahadat. Kepalanya terkulai, aku melompat ke belakang. Kupegang tangannya, detak jantungnya nafasnya, tidak ada yang terasa. Dia telah meninggal dunia.

Aku lalu memandanginya dekat-dekat, air mataku menitis, kusembunyikan tangisku, takut diketahui kawanku. Kukabarkan kepada kawanku, pemuda itu telah meninggal dunia. Kawanku tak mampu menahan tangisnya. Demikian pula halnya dengan diriku. Aku terus menangis, air mataku deras mengalir. Suasana dalam kereta betul-betul sangat mengharukan.  

Sampai di hospital…

Kepada orang-orang di sana kami menceritakan perihal kematian pemuda itu dan peristiwa menjelang kematiannya yang menakjubkan. Banyak orang yang terpengaruh dengan cerita kami, sehingga tak sedikit yang menitiskan air mata. Salah seorang dari mereka, demi mendengar kisahnya, segera menghampiri jenazah dan mencium keningnya.

Semua orang yang hadir memutuskan untuk tidak berganjak sebelum mengetahui secara pasti bila, jenazah akan disolatkan. Mereka ingin memberi penghormatan terakhir kepada jenazah, semua ingin ikut menyolatinya.

Salah seorang petugas hospital menghubungi rumah almarhum. Kami ikut menghantarkan jenazah hingga ke rumah keluarganya. Salah seorang saudaranya menceritakan ketika kemalangan, sebetulnya almarhum hendak menjenguk neneknya di desa. Pekerjaan itu rutin ia lakukan setiap hari Isnin. Di sana, almarhum juga membantu para janda, anak yatim dan orang-orang miskin. Ketika terjadi kemalangan, keretanya penuh dengan beras, gula, buah-buahan dan barang-barang keperluan utama lainnya. Ia juga tak lupa membawa buku-buku agama dan kaset-kaset pengajian. Semua itu untuk dibahagi-bahagikan kepada orang-orang yang ia beri pertolongan. Bahkan ia juga membawa gula-gula untuk dibahagi-bahagikan kepada anak-anak kecil.

Bila ada yang mengeluhkan-padanya tentang kejenuhan dalam perjalanan, ia menjawab dengan halus. “Justeru saya memanfaatkan waktu perjalananku dengan menghafal dan mengulang-ulang bacaan Al-Qur’an, juga dengan mendengarkan kaset-kaset pengajian, aku mengharap ridha Allah pada setiap langkah kaki yang aku hayunkan,” kata almarhum.

Aku ikut menyolati jenazah dan menghantarnya sampai ke kubur.

Dalam liang lahat yang sempit, almarhum dikebumikan. Wajahnya dihadapkan ke kiblat.

“Dengan nama Allah dan atas agama Rasulullah”.

Pelan-pelan, kami menimbuninya dengan tanah…Mintalah kepada Allah keteguhan hati saudaramu, sesungguhnya dia akan ditanya…

Almarhum menghadapi hari pertamanya dari hari-hari akhirat…

Dan aku… sungguh seakan-akan sedang menghadapi hari pertamaku di dunia. Aku benar-benar bertaubat dari kebiasaan burukku. Mudah-mudahan Allah mengampuni dosa-dosaku di masa lalu dan meneguhkanku untuk tetap mentaatinya, memberiku kesudahan hidup yang baik (khusnul khatimah) serta menjadikan kuburku dan kubur kaum muslimin sebagai taman-taman Surga. Amin…(Azzamul Qaadim, hal 36-42)

Sumber : Alrahmah.com dan [“Saudariku Apa yang Menghalangimu Untuk Berhijab”; judul asli Kesudahan yang Berlawanan; Asy Syaikh Abdul Hamid Al-Bilaly; Penerbit : Akafa Press Hal. 48]

Sebar-sebarkah untuk kebaikan kita semua! ---ingat-ingatkanlah, tegur-tegurlah jika saya juga terlupa akan Yang Maha Kuasa. Insyallah.


0 comments:

Post a Comment

 
Design by Free WordPress Themes | Bloggerized by Lasantha - Premium Blogger Themes | Hot Sonakshi Sinha, Car Price in India